Sebuah tulisan yang bercerita tentang perjanan seorang pemerhati budaya di Sebuah negeri yang masih asing baginya, yaitu Mentawai. Pada “Catatan Perjalanan: Di Negeri Para Sikerei” penulis, Albert Rahman Putra, memberi pandangan-pandangannya secara kritis dan humoris terhadap hal-hal baru dan menarik yang ia temui. Salah satu hal yang menarik adalah ketika penulis mengungkapkan bahwa kebanyakan orang dikalangannya yang mengatakan bahwa mentawai adalah daerah yang tertinggal, karena semua yang tidak tertinggal diidentikkan dengan kota metropolitan seperti jakarta, namun menurut penulis yang sering dikenal dengan wacana “Aku Kita dan Kota”nya yakin, bahwa di zaman yang postmodern ini, daerah yang maju tidak lagi diidentikan dengan hutan beton melainkan daerah yang berhasil memiliki karakter sendiri, menciptakan budaya yang mampu mencerminkan jati diri.
Albert menyatakan bahwa selama ini orang-orang sering mengaku bahwa bangsa tempat ia berkembang adalah bangsa yang berbudaya dan berkarakter, dan itu benar. Namun dari apa yang coba ia sampaikan melalui tulisannya, karakter yang dimaksud oleh kebanyakan orang tersebut tidak lagi mencerminkan identitas lokal, tidak lagi betujuan untuk memenuhi kebutuhan lokal, dan cendrung menjadi peniru atau menjadi kebanyakan orang.
Selain itu Albert juga menuturkan pandangan subjective nya tentang budaya skunder yang berlebihan, yang telah membuat kebanyakan orang kehilangan kemampuan sosialisasi, komunikasi, atau berinteraksi. (*
Temukan Tulisanya di Majalah Warisan, edisi April 2013 mendatang.
dilansir dari GUBUAKKOPI.org
Silahkan komentar dan tanggapi